Tuesday, August 29, 2006

Rencana Kebun Raya Kapopo-Ngata Baru

Rabu, 22 Agustus 2006

Kawanku Angki,
Yang engkau katakan itu benar, asas kemanfaatan sebuah proyek ini tdk pernah disosialisasikan dgn benar kepada khlayak masyarakat, sehingga acapkali kita hanya terbengong-melongo ketika tba-tiba tok-tok-tok.....proyek masuk lagi di wilayah kita.
Ini memang penyakit atau sindrome kekuasaan lama yg masih melekat pada pemerintah kita dewasa ini, proyek, investasi, dan semacamnya selalu berbarengan dengan kepentingan asal uang masuk atau orientasi devisa atau peningkatan ekonomi makro. Kurva ekonomi mayor ala Malthus masih mendominasi asumsi pengalokasian investasi dan proyek yang dikerjakan oleh swasta dan legalisasi melalui kebijakan pemerintah hingga ke daerah.
Pilihan kurva mayor ini ini juga mejadi kritik Jeffrey Sach ketika meluncurkan "how to end the poverty" satu tahun yg lalu. Sach menilai kurva ekonomi mayor sudah tidak lagi bisa menjamin penciptaan negara kesejahteraan seperti asumsi ekonom neo-klasik selama ini, termasuk proyek 30 tahun mafia Barkley di Indonesia, dgn Wijojo Nitisastro dan Sumitro sebagai aksentuasinya.
Sach melihat bahwa kemiskinan tercipat di mana-mana di Indonesia karena penyakit sistemik ekonomi yg dibangun selam lebih dari 30 tahun. Dan, penyebabnya ialah paradigma pertumbuhan ekonomi tinggi dengan premis kurva mayor Malthusian: "semakin tinggi pertumbuhan berarti semakin besar pula peluang kesejahteraan tercipta bagi masyarakat".
Tetapi deret ekonomik aritmetika kurva mayor ini sama sekali sudah dibuang jauh-jauh oleh hampir sebahagian besar negara Uni-Eropa lewat kebijakan moneter tunggal Eropa dan blok perdagangan unifikasi. Hasilnya jelas, sejak konsep Unifikasi moneter dan perdagangan Eropa tercetus 7 tahun lalu, kini Uni-Eropa menjadi kekuatan satu-satunya ekonomi di barat yang mampu meruntuhkan dominasi dollar AS. Kenapa? sebab Uni-Eropa banyak belajar dari pengalaman masa lalu atas kegagalan mewujudkan negara kesejahteraan (welfare state), dan Malthusian tdk lagi dipakai sebab kurva pertumbuhan mayor yang mengharuskan ada keseimbangan cadangan konsumsi pangan dan pertumbuhan penduduk, sama sekali tdk relevan menjawab persoalan kemajuan industrialisasi-digital dengan konsumsi penduduk dunia atas produk-produk tehonologi digital misalnya, internet dan komputermania.
Kembali ke soal pokok kita, saya kira satu kata saja, kehadiran sebuah Kebun Raya bukanlah solusi untuk menjawab problema kesejahteraan rakyat, yg dibutuhkan rakyat bukan tempat rekreasional ala Kebun Raya, namun pusat-pusat mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga, artinya......... lapangan kerja!
cherioo,
Azmi

No comments: